Kamis, 01 Desember 2011

PTK METODE MULTISENSORI


MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI
METODE MULTISENSORI PADA ANAK  KELOMPOK A
DI TK MASYITOH 1 SRAGEN TAHUN 2011

Proposal Penelitian Tindakan Kelas Ini Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Penelitian Pendidikan
Disusun Oleh:
Alfian Ashshidiqi Poppyariyana
A520090079

PROGRAM STUDI PG. PAUD
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011


MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI
METODE MULTISENSORI PADA ANAK  KELOMPOK A
DI TK MASYITOH 1 SRAGEN TAHUN 2011
BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Anak usia empat sampai enam tahun merupakan bagian dari anak usia dini yang berada pada rentang usia lahir sampai dengan usia enam tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut sebagai anak usia prasekolah. Perkembangan kecerdasan pada masa ini mengalami peningkatan dari 50% menjadi 80%. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar-dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, sosial emosi, bahasa, motorik, nilai moral agama, konsep diri, disiplin dan kemandirian. Pengembangan kemampuan tersebut membutuhkan kondisi serta stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak dapat tercapai secara optimal.
Corak pendidikan yang diberikan di TK menekankan esensi bermain bagi anak-anak, dengan memberikan metode yang sebagian besar menggunakan sistem bermain sambil belajar. Materi yang diberikan pun bervariasi, termasuk menjadikan anak siap belajar (ready to learn), yaitu belajar siap belajar menghitung, membaca dan menulis. Mempersiapkan anak untuk belajar di usia ini diharapkan dapat memberi hasil yang baik, karena menurut Montessori di usia 3,5 – 4,5 tahun anak lebih mudah belajar menulis, dan di usia 4 – 5 tahun anak lebih mudah membaca dan mengerti angka, karena menurutnya waktu terbaik untuk belajar membaca kira – kira bersamaan waktunya dengan anak belajar bicara, dan masa peka belajar anak terjadi pada rentang usia 3 hingga 5 tahun. Maka dapat disimpulkan bahwa pengajaran membaca sejak usia Taman kanak-kanak bukanlah sesuatu yang aneh atau tidak boleh dilakukan, karena yang terpenting adalah cara pengemasan materi serta metode yang digunakan.
Membaca sarana yang tepat untuk mempromosikan suatu pembelajaran sepanjang hayat. Mengajarkan membaca pada anak berarti memberi anak tersebut sebuah masa depan. Pada tahun 1994, Neil Harvey, Ph.D. dalam bukunya “Kids Who Start Ahead, Stay Ahead” melaporkan apa yang terjadi pada 314 anak usia prasekolah (0 – 4 tahun) yang telah diajarkan membaca, matematika, kegiatan fisik, aktivitas sosial, dan berbagai pengetahuan umum lainnya. Hampir 35% dari anak – anak ini, di sekolah dikategorikan sebagai anak berbakat yang unggul dengan sangat meyakinkan dalam berbagai bidang. Penelitian di negara maju pun menunjukkan sebaliknya, bahwa lebih dari 10% murid sekolah mengalami kesulitan membaca, yang kemudian menjadi penyebab utama kegagalan di sekolah.
Melihat dampak yang akan dihasilkan dari kegagalan pengajaran membaca, dirasakan bahwa kemampuan membaca perlu dirangsang sejak dini. Namun, membaca bukanlah suatu kegiatan pembelajaran yang mudah. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan anak dalam membaca. Secara umum, faktor – faktor tersebut datang dari guru, anak, kondisi lingkungan, materi pelajaran serta metode pelajaran. Faktor – faktor tersebut terkait dengan jalannya proses belajar membaca, dan jika kurang diperhatikan hal tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan membaca pada anak.
Berdasarkan hasil wawancara dengan TK Masyitoh 1 Sragen, yaitu pembelajarannya menekankan menggunakan basic area antara lain yaitu area musik, seni, balok, drama, matematika, IPA, baca tulis serta agama. Di sekolah setiap harinya kegiatan anak terpusat pada 3 area yang telah ditentukan guru sebelumnya. Anak diberi kesempatan untuk memilih area kegiatan apa yang ingin dilakukannya terlebih dahulu, hal ini sesuai dengan pendapat prinsip belajar trial and error, bahwa anak – anak mengerti dunianya dengan mencoba dan membuat kesalahan, maka akhirnya mereka mendapat pemahaman baru. berdasarkan data yang ditemukan di lapangan bahwa pembelajaran berbasis area ini memiliki beberapa kendala teknis yang bersumber dari segi materi.
Para guru TK Masyitoh 1 Sragen juga mengeluhkan karena kurang lengkapnya ketersediaan alat peraga. Kondisi ini menuntut guru untuk berkreasi mengembangkan sendiri suasana belajar di dalam kelas agar tetap menyenangkan bagi anak. Namun demikian kendala tetap saja terjadi karena banyak anak yang menjadi bosan dan kehilangan konsentrasi. Akibatnya, hanya sekitar 25% dari jumlah anak dalam kelas yang mampu menyelesaikan tugas dan menguasai ketiga area kegiatan setiap harinya. Dalam hal baca tulis, lemahnya daya konsentrasi anak akan berpengaruh terhadap kemampuan membaca pada anak karena atensi dan motivasi perlu ditumbuhkan untuk mengembangkan kemampuan membaca.
Sistem pendidikan bagi anak – anak yang mengalami kesulitan membaca telah mengembangkan suatu program remedial membaca yang menggunakan metode multisensori. Pendekatan multisensori mendasarkan pada asumsi bahwa anak akan belajar lebih baik jika materi pelajaran disajikan dalam berbagai modalitas. Modalitas yang sering dilibatkan adalah visual (penglihatan), auditory (pendengaran), kinesthetic (gerakan), dan tactile (perabaan). Metode ini merupakan salah satu program remedial membaca untuk anak disleksia, namun dirasakan bahwa beberapa prinsip dalam metode ini dapat diterapkan, dan diharapkan mampu mengatasi beberapa kendala penerapan metode membaca dalam pembelajaran.
Metode multisensori menekankan pengajaran membaca melalui prinsip VAKT (Visual, Auditory, Kinestetik dan Taktil), dengan melibatkan beberapa modalitas alat indera sehingga didalam proses belajar diharapkan mampu memberikan hasil yang sama bagi anak – anak dengan tipe pembelajaran yang berbeda – beda. Penggunaan berbagai alat bantu sebagai media pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi, memberikan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh – pengaruh psikologis pada siswa. Media akan dapat menarik minat anak dan akhirnya berkonsentrasi untuk belajar dan memahami pelajaran.
Metode multisensori ini baik digunakan untuk anak-anak disleksia. Sementara jika melihat prinsip dari metode multisensori ini didalam penerapannya memiliki beberapa kelebihan dalam memperbaiki dan mempercepat proses membaca. peneliti ingin mengetahui sejauh mana pengaruh metode ini jika diterapkan pada anak – anak di sekolah formal, sekaligus memberi anak – anak ini kesempatan untuk mengembangkan kemampuan membacanya secara optimal sesuai minat dan usianya.

B.     Identifikasi Masalah
Dari latar belakang diatas jadi identifikasi masalahnya adalah sebagai berikut:
1.      Metode multisensori belum banyak diterapkan di TK.
2.      Banyak guru yang belum paham tentang metode multisensori.
3.      Metode multisensori tidak membutuhkan dana yang besar.

C.     Pembatasan Masalah
Karena adanya keterbatasan waktu, dana, tenaga dan pengalaman penulis dan agar pembahasannya lebih mendalam maka tidak semua hal yang mempengaruhi masalah dibahas, untuk itu penulis membatasi masalah sebagai berikut:
1.      Aspek-aspek yang dapat meningkatkan kemampuan membaca.
2.      Anak TK.

D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian maka ditemukan bahwa metode  multisensori yang digunakan selama ini dalam pengajaran membaca anak – anak disleksia memiliki beberapa prinsip yang memperhatikan kemampuan dan gaya belajar anak. Dari pernyataan diatas maka timbulah pertanyaan “Apakah penggunaan metode multisensori dapat meningkatkan kemampuan membaca anak?”

E.     Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana metode multisensori ini didalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak-anak di Taman Kanak-kanak Masyitoh 1 Sragen.

F.      Manfaat Penelitian
a.       Untuk meningkatkan kemampuan membaca anak.
b.      Memberikan informasi kepada guru tentang metode membaca lain yang dapat dilakukan sebagai alternatif untuk memperbaiki proses membaca pada anak usia dini.
c.       Untuk referensi para guru didalam mengajarkan membaca anak.



BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Penelitian dari Drs. Jahidin, M.Pd. dengan judul " Efektivitas Penggunaan Alat  Peraga Karambol Dalam Pembelajaran Membaca Permulaan Bagi Siswa Tunagrahita Ringan  Kelas Dasar I Di SLB-ABC Muhammadiyah Banjarsari Kabupaten Ciamis” menunjukkan hasil sebagai berikut :
1.   Penggunaan alat peraga karambol sangat mendorong kelancaran proses pembelajaran membaca permulaan bagi anak tunagrahita ringan. Dengan menggunakan alat peraga karambol dapat meningkatkan peran aktip dan konsentrasi siswa dalam pembelajaran.  Siswa mudah diarahkan ke dalam pembelajaran, dan sanggup bertahan lama mengikuti pembelajaran sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sehingga materi pembelajaran dengan lancar dapat disampaikan oleh guru serta diikuti dengan baik oleh para siswa.
2.   Alat peraga karambol yang digunakan dalam proses pembelajaran membaca permulaan bagi anak tunagrahita ringan dapat menarik perhatian dan minat para siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dengan senang hati. Sehingga dengan suasana seperti ini siswa tidak merasa berat dan terbebani dengan materi dan proses pembelajaran.
3.   Dengan menggunakan alat peraga karambol pembelajaran menjadi lebih efektif. Hal ini tercermin oleh adanya kemauan siswa yang sangat tinggi, siswa tidak cepat bosan, serta berupaya untuk memahami materi pembelajaran. Selain itu,  juga dengan penggunaan alat peraga karambol memudahkan siswa dalam mepelajari materi pembelajaran, yang pada akhirnya taraf serap siswa terhadap materi pembelajaran menjadi sangat baik.







B.  Kajian Teori
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “kemampuan” berarti kesanggupan atau kecakapan. “Membaca” berarti melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis, atau mengeja dan melafalkan apa yang tertulis. Membaca merupakan ketrampilan bahasa tulis yang bersifat reseptif. Kemampuan membaca termasuk kegiatan yang kompleks dan melibatkan berbagai ketrampilan. Jadi, kegiatan membaca merupakan suatu kesatuan kegiatan yang terpadu yang mencakup beberapa kegiatan seperti mengenali huruf dan kata-kata, menghubungkan dengan bunyi, maknanya serta menarik kesimpulan mengenai maksud bacaan. Anderson dkk (1985) memandang membaca sebagai suatu proses untuk memahami makna suatu tulisan. Proses yang dialami dalam membaca adalah berupa penyajian kembali dan penafsiran suatu kegiatan yang dimulai dari mengenal huruf, kata, ungkapan, frase, kalimat dan wacana serta menghubungkannya dengan bunyi dan maknanya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan membaca terkait dengan (1) pengenalan huruf atau aksara, (2) bunyi dari huruf atau rangkaian huruf-huruf, (3) makna atau maksud, dan (4) pemahaman terhadap makna atau maksud berdasarkan konteks wacana.
Adapun menurut Hari (1970:3) membaca merupakan interpretasi yang bermakna dari simbol verbal yang tertulis atau cetak. Sejalan dengan itu Kridalaksana (1993: 13) juga mengemukakan bahwa membaca adalah ketrampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambang-lambang grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras. Kegiatan membaca dapat bersuara, dapat pula tidak bersuara. Jadi, membaca pada hakikatnya adalah kegiatan fisik dan mental untuk menemukan makna dari tulisan. 
Raines dan Canad (1990) berpendapat bahwa proses membaca bukanlah kegiatan menerjemahkan kata demi kata untuk memahami arti yang terdapat dalam bacaan. Guru yang memahami konsep whole language akan memandang bahwa kegiatan membaca merupakan suatu proses mengkontruksi arti dimana terdapat interaksi antara tulisan yang dibaca anak dengan pengalaman yang pernah diperolehnya. Tahap pertama dalam membaca adalah dengan melihat tulisan dan memprediksi artinya. Tahap kedua adalah memastikan arti tulisan yang diprediksi sebelumnya sehingga diperoleh keputusan untuk melanjutkan bacaan berikutnya meskipun terdapat kemungkinan kesalahan dalam memprediksi. Tahap ketiga adalah mengintegrasikan informasi baru dengan pengalaman sebelumnya. Dengan demikian, pemahaman tentang bacaan dapat diperoleh setelah anak membaca seluruh teks. Tingkat pemahaman anak dalam membaca sangat dipengaruhi oleh kualitas prediksi, contoh tulisan dan pengetahuan anak (Nurbiana, 2005, h. 3.17).
Berdasarkan beberapa penelitian (Goodman, Harse et al., Smith, Taylor, Teale and sulzhy, dalam Raines dan Canad, 1990), perkembangan membaca awal merupakan proses interaktif dimana anak adalah peserta aktif. Perkembangan membaca anak berlangsung dalam beberapa tahapan sebagai berikut:
1.      Tahap fantasi (Magical Stage). Pada tahap ini anak mulai belajar menggunakan buku, melihat dan membalik lembaran buku ataupun membawa buku kesukaannya.
2.      Tahap pembentukan konsep diri ( Self Concept Stage). Pada tahap ini anak mulai memandang dirinya sebagai pembaca dimana terlihat keterlibatan anak didalam kegiatan membaca, berpura-pura membaca buku, memakai gambar berdasarkan pengalaman yang diperoleh sebelum dan menggunakan bahasa buku yang tidak sesuai dengan tulisannya.
3.      Tahap membaca gambar (Bridging Reading Stage). Pada tahap ini pada diri anak mulai tumbuh kesadaran akan tulisan dalam buku dan menemukan kata yang belum pernah ditemui sebelumnya, dapat mengungkapkan kata-kata yang bermakna dan berhubungan dengan dirinya, sudah mengenal tulisan kata-kata puisi, lagu, dan sudah mengenal abjad.
4.      Tahap pengenalan bacaan (Take off Reader Stage). Anak mulai mengunakan tiga sistem isyarat (Graphoponik, semantik dan sintaksis). Anak mulai tertari pada bacaan, dapat mengingat tulisan dalam konteks tertentu, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan, serta membaca berbagai tanda pada papan iklan, kotak susu, pasta gigi dan lainnya.
5.      Tahap membaca lancar (Independent Reader Stage). Pada tahap ini anak dapat membaca berbagai jenis buku.
Sebelum mengajarkan membaca pada anak, dasar-dasar kemampuan membaca atau kemampuan kesiapan membaca perlu dikuasai oleh anak terlebih dahulu. Seperti yang dikemukakan oleh Miller bahwa sebelum anak diajarkan membaca perlu diketahui terlebih dahulu kesiapan membaca anak. Hal ini bertujuan agar kita dapat mengetahui apakah anak sudah siap diajarkan membaca. Disamping itu juga bertujuan agar diketahui kemampuan kesiapan membaca khusus apa yang sebaiknya diajarkan atau dikuatkan pada anak. Adapun kemampuan kesiapan membaca yang akan dikembangkan itu adalah sebagai berikut.
a.       Kemampuan Membedakan Auditorial
b.      Anak-anak harus belajar untuk memahami suara-suara umum dilingkungan mereka dan membedakan diantara suara-suara tersebut.
c.       Kemampuan Diskriminasi Visual
Anak-anak harus belajar untuk memahami objek dan pengalaman umum dengan gambar-gambar pada foto, lukisan, dan pantomim. Mereka harus belajar untuk melakukan identifikasi warna-warna dasar dan bentuk-bentuk geometrisdan mampu menghubungkan objek-objek berdasarkan warna, bentuk, atau ukuran.
d.      Kemampuan Membuat Hubungan Suara-Simbol
Pada akhirnya, anak harus mengaitkan huruf besar dan huruf kecil pada nama mereka dengan suara yang mereka representasikan. Ia harus tahu bahwa huruf “d” dibaca “de”dan menetapkan menetapkan suara pada awal kata “daging”.
e.       Kemampuan Perseptual Motoris
Anak-anak harus cukup dewasa untuk mampu menggunakan otot halus tangan dan jari mereka dan untuk melakukan koordinasi gerakan dengan apa yang mereka lihat.
f.       Kemampuan Bahasa Lisan
Sebagaimana dikatakan, anak-anak masuk ke TK dengan kemampuan substansial untuk berbicara dan mendengarkan. Meskipun demikian, selama masa Taman kanak-kanak kemampuan-kemampuan ini harus lebih dikembangkan dan diperbaiki.
g.      Membangun Sebuah Latar Belakang Pengalaman
Hal ini bisa dilakukan misalnya melalui bermacam-macam kegiatan sebagai berikut.
·         Ceritakanlah sebuah kisah menarik dikelas paling kurang satu kali sehari, hal ini dapat menimbulkan minat baca anak.
·         Buatlah pusat minat dikelas.
·         Ajaklah anak menonton film dan mendengarkan rekaman untuk membangun latar belakang pengalaman mereka.
h.      Interpretasi Gambar
Tunjukkan sebuah gambar kepala anak dari buku atau file anda. Ajaklah anak menginterpretasikan gambar secara kreatif.

i.        Progresi dari kiri ke kanan
Dapat dilakukan melalui kegiatan:
·         Buatlah kertas bertumpuk.
·         Tunjukkan kepada anak bahwa membaca dimulai dari sisi tangan kiri.
·         Buatlah anak meletakkan potongan komik dengan rangkaian dari kiri ke kanan.
j.        Kemampuan Merangkai
Dapat dilakukan melalui kegiatan:
·         Buatlah anak merangkai gambar seri dengan benar.
·         Buatlah anak mengulang cerita yang baru saja didengar atau dibaca dengan benar.
k.      Penggunaan Bahasa Mulut
Buatlah sekelompok anak-anak ikut serta dalam kegiatan seperti membagi waktu, percakapan, bermain drama dan bermain peran.
l.        Pengenalan Melihat Kata
Ajarkan kata-kata yang umum dipakai. Anjurkan tiap anak untuk memperlihatkan bentuk yang unik atau karakter khusus tiap melihat kata.
m.    Lateralisasi
Banyak jenis kegiatan berbeda yang bisa menolong anak-anak belajar untuk membedakan antara tangan kanan dan tangan kiri serta antara kaki kanan dan kaki kiri.
n.      Koordinasi Gerak
Kebanyakan kegiatan dan games yang dimasikkan dalam program pendidikan fisik di sekolah akan membantu meningkatkan koordinasi gerak anak.


Tanda-tanda kesiapan anak sudah dapat diajarkan membaca adalah sebagai berikut:
1.      Ketika anak sudah mampu memahami bahasa lisan.
Pemahaman yang dimaksud disini sudah tentu adalah pemahaman yang dasar, yaitu kalimat-kalimat sederhana dalam konteks komunikasi, dan sesuai dengan perkembangan bahasa anak.
2.      Ketika anak sudah dapat mengajarkan kata-kata dengan jelas.
Anak sudah mampu mengujarkan kata dengan baik, tidak hanya itu saja yang terpenting adalah sejumlah kata yang telah dapat diajarkan dengan baik.
3.      Ketika anak sudah mengingatkan kata-kata.
Dengan cara menanyakan objek-objek, misalnya: Pada suatu hari anak ditanya “Apa ini?” sambil memegang rambutnya. Kemudian anak menjawab “Rambut”. Besoknya, pertanyaan yang sama ditanyakan lagi. Jika jawabannya benar, maka dia telah mengingat kata itu.
4.      Ketika anak sudah dapat mengujarkan bunyi huruf.
Kemampuan ini sesungguhnya dikatakan sudah tercakup dalam pertanyaan-pertanyaan di atas. Namun baik juga diperhatikan secara khusus.
5.      Ketika anak sudah menunjukkan minat membaca.
Hal ini dapat dilihat misalnya dari keinginan anak memegang buku, membuka-buka bacaan lain dan meniru-niru membaca, serta mencorat-coret kertas.
6.      Ketika anak sudah dapat membedakan suara dan objek dengan baik.
Yang dimaksud disini adalah kemampuan dalam pendengaran dan penglihatannya. Kemampuan ini dapat dilihat misalnya dari perilaku anak menanggapi kata-kata suruhan yang berbeda-beda. Serta memiliki kemampuan membedakan objek-objek suara-suara dengan baik.
Menurut cochrane, et al (1984) ada 5 tahap perkembangan kemampuan membaca anak antara lain sebagai berikut:
1.      Tahap magis (magical Stage)
Pada tahap ini, anak belajar memahami fungsi dari bacaan. Ia mulai menyukai bacaan, menganggap bacaan itu penting, sering ia menyimpan bacaan yang ia sukai dan membawanya kemana ia mau.
2.      Tahap konsep diri (Self-concept Stage)
Pada tahap ini anak memandang dirinya sudah dapat membaca (padahal belum). Anak sering berpura-pura membaca buku. Ia sering menerangkan isi atau gambar dalam buku yang ia sukai kepada anak lain seakan-akan ia sudah dapat membaca.
3.      Tahap Membaca Peralihan (Bridging Reader Stage)
Pada tahap ini anak mulai mengingat huruf atau kata yang sering ia jumpai, misalnya dari buku cerita yang sering diceritakan orang tuanya. Ia juga mulai tertarik tentang jenis-jenis huruf dalam alfabet.
4.      Tahap Membaca Lanjut (Take-off Reader Stage)
Pada tahap ini anak sudah mulai sadar akan fungsi dari bacaan dan cara membacanya. Ia mulai tertarik dengan berbagai huruf atau bacaan yang ada dilingkungannya (environmental print). Misalnya, anak mulai mengeja dan membaca kata dalam papan iklan yang ada gambarnya.
5.      Tahap Membaca Mandiri (Independent Reader)
Anak mulai dapat membaca secara mandiri. Ia mulai sering membaca buku sendirian. Ia juga mulai memahami makna dari apa yang ia baca. Ia mencoba menghubungkan apa yang ia baca dengan pengalamannya.
Kemampuan membaca sangat penting dimiliki anak Mary Leonhardt (1999: 27) menyatakan ada beberapa alasan mengapa kita perlu menumbuhkan cinta membaca pada anak. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Anak yang senang membaca akan membaca dengan baik, sebagian besar waktunya digunakan untuk membaca.
2.      Anak-anak yang gemar membaca akan mempunyai rasa kebahasaan yang lebih tinggi. Mereka akan berbicara, menulis, dan memahami gagasan-gagasan rumit secara lebih baik.
3.      Membaca akan memberikan wawasan yang lebih luas dalam segala hal, dan membuat belajar lebih mudah.
4.      Kegemaran membaca akan memberikan beragam perspektif kepada anak.
5.      Membaca dapat membantu anak-anak untuk memiliki rasa kasih sayang.
6.      Anak-anak yang gemar membaca dihadapkan pada suatu dunia yang penuh dengan kemungkinan dan kesempatan.
7.      Anak-anak yang gemar membaca akan mampu mengembangkan pola berfikir kreatif dalam diri mereka.
Tujuan membaca memang sangat beragam, bergantung pada situasi dan berbagai kondisi pembaca. Secara umum tujuan membaca ini dibedakan sebagai berikut.
a)      Membaca untuk mendapatkan informasi.
b)      Agar citra dirinya meningkat.
c)      Membaca untuk melepaskan diri dari kenyataan.
d)     Membaca untuk tujuan rekreatif.
e)      Membaca untuk mencari nilai-nilai keindahan atau pengalaman estetis.
f)       Tanpa tujuan apa-apa atau karena ditugaskan.
Cara memotivasi siswa untuk membaca:
1.         Pasanglah kutipan atau pertanyaan harian dan kosakata kurikuler mingguan untuk memperkaya perbendaharaan dan minat siswa dalam muatan akademik.
2.         Gantungkan kata-kata dan konsep yang dapat bergerak dilangit-langit kelas.
3.         Tambahkan nama atau label pada poster kelas, papan tulis dan kertas siswa.
4.         Buatlah ruangan tertentu untuk catatan dan tempat pesan atau letakkan notebook di podium untuk menggairahkan kegiatan membaca secara informal dan menulis secara informal. Siswa biasanya penasaran pada tulisan temannya dan guruny, dan akan membacanya apa yang baru saja dipasang.
Multisensori terdiri dari dua kata yaitu multi dan sensori. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia  kata “multi” artinya banyak atau lebih dari satu atau dua, sedangkan “sensori” artinya berhubungan dengan panca indra. Maka arti dari kata multisensori adalah lebih dari satu panca indra. Pendekatan multisensori mendasarkan pada asumsi bahwa anak akan dapat belajar dengan baik apabila materi pengajaran disajikan dalam berbagai modalitas alat indera. Modalitas yang dipakai adalah visual, auditoris, kinestetik dan taktil. Pendekatan membaca multisensori meliputi kegiatan menelusuri(perabaan), mendengarkan (auditoris), menulis (gerakan), dan melihat (visual). Untuk itu, pelaksanaan metode ini membutuhkan media seperti kartu huruf/kata, pasir, cat, huruf timbul dll.
Yusuf (2003, h. 95) menyebutkan adanya 2 metode multisensori, yaitu yang dikembangkan oleh Fernald dan Gillingham. Perbedaan keduanya adalah, pada metode Fernald, anak belajar kata sebagai pola yang utuh sehingga akan memperkuat ingatan dan visualisasi; sedangkan metode Gillingham menekankan pada teknik meniru bentuk huruf satu per satu secara individual.
Metode multisensori yang dikembangkan oleh Grace Fernald merupakan sebuah metode membaca remedial – kinestetik yang dirancang untuk mengajari individu dengan kesulitan membaca yang ekstrim. Namun semua orang dengan inteligensi normal pun diterima dalam program ini dan dalam beberapa kasus mereka belajar membaca selama beberapa bulan hingga 2 tahun. Fernald membagi programnya dalam 4 tingkatan antara lain:
1.      Tingkat satu
Anak diperbolehkan memilih satu kata yang ingin ia pelajari, panjangnya kata tidak diperhatikan. Guru menuliskan kata di atas kertas dengan krayon, kemudian anak menelusurinya dengan jari tangan (taktil – kinestetik). Saat menelusuri, anak melihat dan mengucapkan kata dengan keras (visual – auditoris). Proses ini diulang sampai anak mampu menulis kata tanpa melihat salinannya, waktu tidak dibatasi. Kata – kata yang telah dipelajari kemudian disatukan dalam sebuah cerita yang dikarang sendiri oleh anak dan dibacakan didepan guru.
2.      Tingkat dua
Penelusuran dengan jari tidak lagi diperlukan jika anak sudah mampu mempelajari kata baru hanya dengan mengamati kata tersebut. Tidak ada batas waktu kapan penelusuran dihentikan, namun periode penelusuran rata – rata berlangsung selama 2 hingga 8 bulan. Meskipun anak tidak lagi menelusuri, ia tetap harus menulis kata sambil menyuarakannya.
3.      Tingkat tiga
Anak belajar langsung dari kata – kata yang ditulisnya. Anak melihat kata, dan mampu menulisnya tanpa mengeja atau melihat salinannya. Di tingkat ini anak diberikan buku, yang isinya dibaca dan guru bertugas menjelaskan jika ada kata yang tidak diketahui anak. Saat membaca, guru membahas kata – kata baru dan diadakan evaluasi (recall) untuk mengetahui apakah kata – kata baru sudah disimpan dalam ingatan
4.      Tingkat empat
Di tingkat ini minat membaca anak sudah meningkat seiring dengan ketrampilan membacanya. Evaluasi terus menerus dilakukan dari tingkat ke tingkat. Jika hasil evaluasi menunjukkan bahwa jumlah kata yang dikuasai berkurang, anak akan dikembalikan ke tingkat yang sebelumnya


























C. Kerangka Berfikir
1.      Kondisi Awal
Kondisi awal siswa di TK Masyitoh 1 Sragen pada umumnya siswa mengalami kesulitan membaca. Sebanyak 40% siswa masih mengalami kesulitan membaca, 35% siswa sudah mulai dapat membaca dengan tidak terbata-bata,  dan 25% siswa yang sudah dapat membaca lancar.

2.      Pelaksanaan Tindakan
Sebagai langkah awal (sebelum melakukan tindakan) peneliti bersama guru merencanakan pembelajaran bahasa dengan mengembangkan aspek keterampilan membaca. Kegiatan diawali dengan memilih, menata, dan merepresentasikan materi pelajaran membaca dengan menggunakan metode Multisensori. Dan guru memilih tema buah-buahan karena dekat dengan anak. Disini peneliti melakukan 2 kali siklus.
Siklus 1 dilaksanakan dalam pembelajaran diawali dengan salam, berdoa dan bernyanyi. Selanjutnya guru bertanya kepada siswa tentang nama-nama buah serta buah kesukaannya. Didalam proses pembelajaran tersebut anak tampak sangat antusias didalam menjawab pertanyaan dari guru. Kemudian guru menunjukkan gambar buah misalnya “Apel”, selanjutnya guru menuliskan kata “Apel” diatas kertas dengan krayon, kemudian anak menelusurinya dengan jari tangan (taktil-kinestetik). Saat menelusuri dengan jari mereka, anak melihat dan mengucapkan kata dengan keras (visual-auditoris). Proses tersebut diulang sampai anak mampu menulis serta membacanya tanpa melihat salinannya.
Setelah siklus 1 dilakukan, peneliti melakukan observasi serta refleksi. Refleksi yang terkait dengan siswa didasarkan pada hasil pengamatan ketika pembelajaran berlangsung. Bahkan, ketika pembelajaran selesai, peneliti mencoba bertanya kepada para siswa bagaimana pendapat mereka tentang pembelajaran dengan menggunakan metode Multisensori. Apakah mereka merasa senang dengan kegiatan yang dilakukan, dan apakah siswa memperoleh kemudahan dalam belajar membaca.
Dari  hasil refleksi dan evaluasi siklus 1 menunjukkan adanya peningkatan kemampuan membaca sebanyak 50%.  Jadi perlu dilanjutkan dengan siklus ke II.

Kegiatan pembelajarannya nanti adalah anak diminta menyebutkan nama-nama buah yang mereka ketahui, didalam pembelajaran nanti anak disuruh menghubungkan gambar-gambar buah dengan kata atau nama buah. Sebelumnya guru sudah menyiapkan nama-nama buah dan membentuknya dalam bentuk kata-kata dengan menggunakan kertas ampril
Guru mengadakan refleksi dan  evaluasi. Berdasarkan hasil refleksi menunjukkan adanya peningkatan kemampuan membaca sebanyak 75%.  Sehingga tingkat ketercapaian tujuan yang dilakukan guru dalam meningkatkan kemampuan membaca awal anak di TK Masyitoh 1 Sragen dapat tercapai.

3.      Kondisi Akhir
Setelah pelaksanaan tindakan, kondisi akhir siswa TK Masyitoh 1 Sragen mengalami peningkatan kemampuan membaca. Hanya terdapat 10% siswa yang masih mengalami kesulitan membaca, 20% siswa sudah mulai dapat membaca dengan tidak terbata-bata dan 70% siswa yang sudah dapat membaca lancar.
Dari pemikiran diatas dapat digambarkan kerangka berfikir sebagai berikut.


 









D. Hipotesis
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui sejauh mana pengaruh metode multisensori  dalam meningkatkan kemampuan membaca anak Taman Kanak-kanak Masyitoh 1 Sragen. Jadi hipotesis dalam penelitian ini adalah Metode Multisensori dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa di TK Masyitoh 1 Sragen.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah Penelitian Tindakan Kelas.
Tahap perencanaan penelitian ditentukan hal-hal sebagai berikut :
1.      Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan  yang dihadapi dalam proses pembelajaran dikelas.
2.      Pemilihan topik dan permasalahan yang akan diteliti sesuai dengan hasil dari identifikasi masalah yang telah dilakukan.
3.      Melakukan pendalaman materi bacaan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
4.      Menyusun desain penelitian dan kisi-kisi instrumen penelitian, dalam hal ini pedoman observasi untuk pengumpulan data.
5.      Persiapan sarana dan prasarana, yaitu kartu huruf, kertas, krayon yang dimodifikasi sebagai alat peraga pembelajaran, dan menyiapkan ruang atau mendesain untuk melakukan penelitian.
6.      Menyusun materi dan skenario pembelajaran yang akan disampaikan dalam proses Penelitian Tindakan Kelas.
7.      Indikator kinerja sebagai tolok ukur keberhasilan siswa. Siswa mengikuti pembelajaran secara aktif dengan perasaan senang dan mudah memahami materi pembelajaran, sehingga proses pembelajaran tampak menjadi lebih efektif.
8.      Melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas dilakukan tiga siklus dengan maksud untuk melihat ketetapan data hasil yang diperoleh dari pengamatan.
9.      Mengolah Menyusun materi dan skenario pembelajaran yang akan disampaikan dalam proses berlangsung.
10.  Menyusun laporan hasil Penelitian Tindakan Kelas.

B.     Setting Penelitian
Setting penelitian disini peneliti mensetting atau mendesain waktu dan tempat (ruang atau kelas) untuk melaksanakan penelitian sesuai dengan yang diharapkan. Disini setting ruang kelas harus sesuai dengan patokan metode Multisensori yang sudah direncanakan sebelumnya.
Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan, yaitu bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober tahun 2011. Rincian penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Persiapan penelitian
2.      Koordinasi persiapan tindakan
3.      Pelaksanaan (perencanaan, tindakan, monitoring dan evaluasi, dan refleksi)
4.      Penyusunan laporan penelitian
5.      Seminar hasil penelitian
6.      Penyempurnaan laporan berdasarkan masukan seminar
7.      Pengadaan dan pengadaan laporan penelitian

C.     Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan faktor utama yang harus ditetukan sebelum kegiatan penelitian dilakukan. Jadi subjek penelitian adalah sebagai berikut.
1.      Siswa Taman Kanak-kanak Masyitoh 1 Sragen yang berjumlah 10 siswa, siswa laki-laki sebanyak 6 anak dan siswa perempuan sebanyak 4 anak.
Daftar siswa sebagai subjek PTK
No
Nama
L/P
Umur (tahun)
Kelas (TK)
1
Rifky
L
5
B
2
Syafe’i
L
5
B
3
Dian Exo
L
5
B
4
Alfian
L
5
B
5
Bunga
P
5
B
6
Shinta
P
5
B
7
Atok
L
5
B
8
Rohmadi
L
5
B
9
Wulan
P
5
B
10
Risa
P
5
B

D.    Objek Penelitian
Objek penelitian ini meliputi aspek-aspek tentang efektifitas proses pembelajaran yang ditimbulkan oleh pengunaan metode multisensori yang kemudian diciptakan kegiatan pembelajaran menggunakan alat peraga multisensori untuk belajar membaca permulaan.  Proses Penelitian Tindakan Kelas ini diikuti oleh semua siswa TK Masyitoh 1 Sragen.

E.     Data dan Sumber Data
Data adalah segala informasi baik berupa verbal, tertulis ataupun dalam bentuk gambar. Sedangkan sumber data adalah sumber atau darimana data tersebut diperoleh, antara lain dari guru, murid, masyarakat, orang tua dan lain-lain.
1.      Menurut guru di TK Masyitoh 1 Sragen, anak mengalami kesulitan membaca dikarenakan kurangnya alat peraga serta motivasi belajar untuk anak cukup kecil.
2.      Menurut orang tua, anak lebih memilih untuk bermain dan seringkali lupa untuk belajar.
3.      Menurut siswa di TK Masyitoh 1 Sragen, pembelajarannya kurang menarik.

F.      Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk untuk mengungkap sejauh mana pengaruh metode multisensori dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak. Teknik mengumpulkan data meliputi pengamatan, wawancara, tes, dan dokumentasi.

G.    Analisis Data Penelitian
Analisis data penelitian yaitu kita sebagai seorang peneliti harus menggunakan data yang ada kemudian mengolahnya sehingga memperoleh hasil akhir penelitian.
Tabel data
Jenis Kelamin
Kesulitan Membaca (%)
Membaca Terbata-bata (%)
Membaca Lancar (%)
Total
(%)
Laki-laki
1 (10%)
1(10%)
4 (40%)
6 (60%)
Perempuan
0 (0%)
1(10%)
3 (30%)
4 (40%)
Total
1 (10%)
2 (20%)
6 (60%)
10 (100%)

Dari table diatas bahwa terdapat 10% laki-laki yang mengalami kesulitan membaca, 10% membaca terbata-bata, dan 40% dapat membaca lancar. Sedangkan wanita dari analisis data diatas tidak terdapat wanita yang mengalami kesulitan membaca, 10% membaca terbata-bata, dan 30% dapat membaca lancar.

H.    Prosedur Penelitian
Siklus I
a.       Tahap Perencanaan
1)      Mengumpulkan data yang diperlukan melalui teknik observasi dan wawancara.
2)      Merencanakan pembelajaran dengan menggunakan metode Multisensori.
3)      Membuat lembar observasi kegiatan untuk mengamati kegiatan guru dan siswa dalam pembelajaran.
b.      Tahap Pelaksanaan Tindakan
1)      Guru menerapkan pembelajaran membaca permulaan anak melalui metode Multisensori. pembelajaran diawali dengan salam, berdoa dan bernyanyi. Selanjutnya guru bertanya kepada siswa tentang nama-nama buah serta buah kesukaannya. Didalam proses pembelajaran tersebut anak tampak sangat antusias didalam menjawab pertanyaan dari guru. Kemudian guru menunjukkan gambar buah misalnya “Apel”, selanjutnya guru menuliskan kata “Apel” diatas kertas dengan krayon, kemudian anak menelusurinya dengan jari tangan (taktil-kinestetik). Saat menelusuri dengan jari mereka, anak melihat dan mengucapkan kata dengan keras (visual-auditoris).
c.       Tahap Observasi
1)      Guru berkeliling dari siswa satu ke siswa yang lain untuk memonitor kegiatan dalam belajar membaca permulaan.
2)      Guru memberikan bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan pada saat pemberian tugas.
3)      Selama proses pembelajaran berlangsung, guru mengobservasi tingkat kemampuan membaca anak dilembar observasi yang telah disiapkan.

d.      Tahap Refleksi
Setelah siklus 1 dilakukan, peneliti melakukan observasi serta refleksi. Refliksi yang terkait dengan siswa didasarkan pada hasil pengamatan ketika pembelajaran berlangsung. Bahkan, ketika pembelajaran selesai, peneliti mencoba bertanya kepada para siswa bagaimana pendapat mereka tentang pembelajaran dengan menggunakan metode Multisensori. Apakah mereka merasa senang dengan kegiatan yang dilakukan, dan apakah siswa memperoleh kemudahan dalam belajar membaca.
Dari  hasil refleksi dan evaluasi siklus 1 menunjukkan adanya peningkatan kemampuan membaca sebanyak 50%.  Jadi perlu dilanjutkan dengan siklus ke II.
Siklus II
a.       Tahap Perencanaan
1)      Mengidentifikasi masalah pada siklus 1 dan menetapkan alternatif pemecahan masalahnya.
2)      Merencanakan pembelajaran dengan menggunakan Metode Multisensori.
3)      Membuat lembar observasi kegiatan untuk mengamati kegiatan guru dan siswa dalam pembelajaran.
b.      Tahap Pelaksanaan Tindakan
1)      Memperbaiki tindakan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah disempurnakan berdasarkan hasil refleksi pada siklus I.
2)      Kegiatan pembelajarannya nanti adalah anak diminta menyebutkan nama-nama buah yang mereka ketahui, didalam pembelajaran nanti anak disuruh menghubungkan gambar-gambar buah dengan kata atau nama buah. Sebelumnya guru sudah menyiapkan nama-nama buah dan membentuknya dalam bentuk kata-kata dengan menggunakan kertas ampril.
c.       Tahap Observasi
1)      Guru berkeliling dari siswa satu ke siswa yang lain untuk memonitor kegiatan dalam belajar membaca permulaan.
2)      Guru memberikan bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan pada saat pemberian tugas.
3)      Selama proses pembelajaran berlangsung, guru mengobservasi tingkat kemampuan membaca anak dilembar observasi yang telah disiapkan.
4)      Mengumpulkan data tindakan II
d.      Tahap Refleksi
Guru mengadakan refleksi dan  evaluasi. Berdasarkan hasil refleksi menunjukkan adanya peningkatan kemampuan membaca sebanyak 75%.  Sehingga tingkat ketercapaian tujuan yang dilakukan guru dalam meningkatkan kemampuan membaca awal anak di TK Masyitoh 1 Sragen dapat tercapai.
Gambar bagan prosedur penelitian


 

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. bagus sekali
    PTK nya, boleh minta referensinya g??

    BalasHapus
  3. Hotel Casino & Spa - Mapyro
    Casino & 세종특별자치 출장마사지 Spa is a 3-star 계룡 출장마사지 hotel located just north of the historic Flushing Street Experience and within 구미 출장샵 an hour of 여수 출장안마 other popular sights like 영주 출장마사지

    BalasHapus